Sabtu, 21 April 2012

KESESATAN SYIAH


ABDULLAH BIN SABA’
TOKOH YAHUDI “PENCIPTA” GOLONGAN SYI’AH
Idelogi Ibnu Saba’ dan Berbagai Kesesatannya

Dibawah ini disebutkan hal-hal urgen yang menjadi ideologi Ibnu Saba’ dimana ia membawa dan meyakinkan pengikutnya pada masalah-masalah tersebut. Demikianlah ideologi sesat ini menyusup ke dalam sekte-sekte Syi’ah. Sedang motivasi kami menggelar ideologi Yahudi ini dari kitab-kitab dan riwayat mereka tentang imam-imam yang ma’sum di kalangan mereka
oleh karena mereka mengatakan :
a.  Percaya kepada ismah para imam menjadikan hadist-hadist yang berasal dari mereka shahih/benar, tanpa mengahruskan bersambungnya sanad tersebut dengan Nabi Sholallohu ‘alaihi was Salam, sebagaimana hal itu berlaku di kalangan ahli sunnah (lihat Tarikhul Imamah, hal : 158).
b.  Karena iamam di kalangan Imamiah adalah ma’sum, maka tidak ada keraguan sedikitpun terhadap apa yang ia ucapkan (lihat Tarikhul Imamiah, hal : 140)
c.   Al-Mamaqani berkata : ”Semua hadits kamu mutlak berasal dari Imam yang ma’sum.” (lihat Tanhiqul Maqol, jilid I/17). Kitab Al-Mamaqani termasuk diantara kitab-kitab jarh dan ta’dil yang paling urgen di kalangan syi’ah.

Setelah penjelasan-penjelasan ini, yang mengharuskan satu kaum untuk menerima kabar-kabar yang diriwayatkan dalam karangan-karangan mereka, maka akan kami sebutkan kesesatan-kesesatan utama yang disebarluaskan oleh Abdullah bin Saba’, yaitu :
1.  Ia adalah orang pertama yang berpendapat tentang adanya wasiat Rasululloh Sholallohu ‘alaihi was Salam untuk Ali, yaitu bahwa Ali adalah penggantinya atas ummatnya setelah beliau berdasarkan nash.
2.  Ia adalah orang pertama yang menunjukkan sikap ‘bebas diri’ terhadap musuh-musuh Ali –menurut anggapannya- dan menyatakan resistansi terhadap para penentangnya serta mengkafirkan mereka. Bukti akan kebenaran ungkapan tersebut berasal dari buku sejarah berdasarkan riwayat An-Nubakhti, Al-Kasyi, Al-Mamaqani, At-Tasturi dan para sejarawan Syi’ah lainnya.
3.  Ia adalah orang pertama yang mengatakan tentang ke-Tuhanan Ali radiallohu ‘anhu
4.  Ia adalah orang pertama yang mendakwahkan kenabian dari sekte-sekte Syi’ah yang ekstrim (ghulat). Sebagai bukti adalah apa yang diriwayatkan Al-Kasyi dengan sanadnya dari Muhammad bin Quluwaith Al-Qummi.
5.  Ia adalah orang pertama yang mengada-adakan pendapat mengenai kembalinya Ali ke dunia setelah wafatnya dan tentang kembalinya Rasululloh Sholallohu ‘alaihi was Salam. Petama kali ia mengutarakan pendapatnya secara nyata adalah ketika ia di Mesir. Ia berkata : “Adalah sangat mengherankan jika orang menganggap bahwa Isa kelak akan kembali, namun mendustakan kembalinya Muhammad sholallohu ‘alaihi was Salam. Sedang Alloh berfirman : “Sesungguhnya Alloh yang mewajibkan (pelaksanaan hukum0hukum) Al-Qur’an atasmu, pasti akan mengembalikanmu ke tempat kembali.” Maka, dengan demikian, Muhammad lebih berhak untuk kembali ke dunia daripada Isa. Ucapannya itu bisa ditermia. Ia meletakkan dasar-dasar raj’ah (kehidupan kembali setelah mati) bagi mereka, maka mereka mulai memperbincangkannya. (lihat Tarikh Dimasyq nomor 602, dalam terjemahan Abdullah bin Saba’, juga dalam Tahzib Tarikh Dimasyq oleh Ibnu Badran jilid V/428).
6.  Ibnu Saba’ yang beragama Yahudi itu mendakwahkan, bahwa Ali adalah binatang yang akan keluar dari perut bumi dan sesungguhnya dialah yang menciptakan makhluk dan mebagi-bagikan rizki.
7.  Kaum Sabaiah berkata : “Mereka sebenarnya tidak mati, melainkan terbang setelah kematian mereka dan mereka dinamakan Ath-Thoyyaroh (yang berterbangan).
Ibnu Thahir Al-Maqdisi berkata : “Sesungguhnya golongan Sabiah dinamakan Thoyarroh. Mereka menganggap diri mereka tidak mati, dan kematian mereka tidak lain adalah terbangnya diri mereka dalam gelapnya malam. Nama ini dipergunakan oleh Imam Jarh wat ta’dil di kalangan Syi’ah untuk –‘menetapkan’- kejelekan para rawi. (lihat Majmul Bayan fi tafsiri Quran oleh Abu Ali Fadhli bin Hasan Ath-Thabrani dari ulama Syi’ah Imamiah pada abad ke VI jilid IV, hal 234, cetakan Al-Irfan, Sidon 1355 H./1937 M. dan tafsir Al-Qummi jilid II, hal 131)
8.  Suatu kamu dari golongan Sabaiah, telah berbicara tentang perpindahan ruhul qudus dalam diri para imam. Mereka menamakannya ‘reinkarnasi’. Ibnu Thahir Al=Maqdisi berkata : “Ada satu kaum diantara kaum Thoyyaroh (golongan Sabaiah) yang beranggapan, bahwa ruhul qudus terdapat dalam diri nabi, sebagaimana sebelumnya terdapat dalam diri Isa yang kemudian berpindah ke dalam diri Ali, lalu Hasan, Husain, demikian pula berpindah ke dalam diri para Imam. Umumnya mereka mengakui adanya reinkarnasi dan raj’ah.” (lihat Al-Badu wat Tarikh jilid V hal 129, cetakan 1916).
9.  Kaum Sabaiah berkata : “Kami mendapat petunjuk melalui wahyu, namun banyak orang yang tersesat melalui isinya dan kami mendapat petunjuk berupa ilmu, namun tersembunyi bagi mereka.

10.      Mereka bertanya : “Sesungguhnya Rasululloh Sholallhou ‘alaihi was Salam telah menyembunyikan 9/10 dari wahyu. Ocehan-ocehan omong kosong semacam itu telah disanggah oleh salah seorang Imam Ahlu Bait, yaitu Al-Hasan bin Muhammad Ibnul Hanafiah dalam risalahnya Al-Irja dan yang meriwayatkannya adalah orang-orang terpercaya di kalangan Syi’ah. Al-Hafidz Al-Jauzajani (259 H) berkata tentang Ibnu Saba’ : “Ia beranggapan bahwa Al-Qur’an (yang ada sekarang) hanya 1 juz dari 9 juz. Dan ilmunya ada pada Ali, maka Ali melarangnya setelah menginginkannya. (lihat Al-Farqu bainal Firaq, hal : 234, ide semacam ini juga disebutkan oelh Ibnu Abil Hadid dalam Syarhu Nahjul Balagah jilid II, hal : 309)

11.      Mereka juga mengatakan : “Bahwa Ali ada di langit. Petir adalah suaranya, kilat adalah cemetinya. Siapa diantara mereka yang mendengar suara petir, maka akan mengatakan : “Alaikassalam, ya Amirul Mukminin! (salam sejahtera bagimu, wahai amirul mukminin).” Asy-Syaikh Muhyiddin Abdul Hamid, telah berkomentar tentang ideology semacam ini, yaitu : “Hingga kini saya masih melihat anak-anak kecil di Kairo berlarian ketika hujan deras, sambil berteriak : “Wahai berkah Ali, melimpahlah.” (lihat Maqalatul Islamiyyin, hal : 85)

Sikap Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalih radiallohu ‘anhu dan Ahlul Baitnya
Ali radiallohu ‘anhu, berkata : “Akan binasa sehubungan dengan diriku dua golongan manusia : Pecinta yang berlebihan, hingga kecintannya menyebabkannya menyimpang dari yang haq dan pembenci yang ceroboh, hingga kebenciannya membuatnya menyimpang dari kebenaran. Maka, sebaik-baik keadaan manusia dalam kaitannya dengan diriku adalah yang di tengah. Ikutlah yang di tengah dan ikutilah kelompok terbesar, karena sesungguhnya pertolongan Alloh beserta jamaah. (Lihat Al-Adabul Hadist oleh Umar Dasuqi, jilid II/405-406, ia adalah Muhammad bin abdul Muthalib bin wasil dari Juhainah)
Demikianlah, kehendak Allah atas manusia sehubungan dengan Ali terbagi menjadi tiga bagian :

1.  Pembenci yang ceroboh, mereka inilah yang mencelanya, bahkan sebagian dari mereka terlalu ekstrim, hingga mengkafirkannya. Seperti kaum KHAWARIJ
2.  Pecinta yang berlebihan, dan kecintaannya tersebut membuatnya melewati batas, hingga menjadikannya Nabi bahkan kesesatan mereka kian meluap, hingga memper-Tuhankannya, seperti kaum SYI’AH
3.  Kelompok ketiga adalah yang terbesar, mereka inilah Ahlus-Sunnah wal Jama’ah dari mulai kaum terdahulu yang saleh, hingga masa kita dewasa ini. Mereka inilah yang mencintai Ali dan keluarganya dengan cinta yang benar menurut syara’. Mereka mencintai Ali dan keluarganya adalah karena kedudukan mereka di sisi Nabi Sholallohu ‘alaihi wassalam.

Kisah-kisah tentang Ali dengan kelompok pertama tersebut, telah banyak disebutkan dalam kitab-kitab sejarah, sebagaimana yang kita telah ketahui. Kini kita ingin mengetahui sikap Ali dan keluarganya terhadap Ibnu Saba’ dan
para pengikutnya. Ketika Ibnu Saba’ menyatakan keislamannya dan mulai menampakkan sikap ‘amar ma’ruf nahi mungkar serta berhasil menarik simpati banyak orang, maka ia mulai mendekatkan diri dan menunjukkan kecintaannya kepada Ali. Ketika kedudukannya cukup stabil, ia mulai berdusta dan menciptakan
kebohongan atas diri Ali. Salah seorang tokoh besar dari golongan Tabi’in, yang wafat pada tahun 103 H., yaitu Asy-Sya’bi berkata : “Yang pertama kali melahirkan kebohongan adalah Abdullah bin Saba’. Dia telah berdusta atas nama Alloh dan Rasul-Nya.” Ali berkata : “Ada urusan apa aku dengan si jahat berkulit hitam itu (yang dimaksud adalah Ibnu Saba’), ia telah mencaci Abu Bakar dan ‘Umar.” (lihat Tarikh Dimasyq, copy dari naskah manuskrip di lembaga manuskrip no : 302 Tarikh, biografi Abdullah bin Saba’, lihat juga Tahdzib Tarikh Ibnu Asakir jilid V hal : 430)
Ibnu Asakir meriwayatkan, bahwa ketika kabar tentang caci maki yang dilontarkan Ibnu Saba’ pada Abu Bakar dan ‘Umar sampai kepada Ali bin Abi Thalib, maka beliau memanggilnya, maka orang-orang meminta pertolongan kepadanya. Kemudian Ali berkata : “Demi Alloh, dia tidak boleh tinggal di negri yang sama denganku. Asingkanlah dia ke Madain.” (idem Tarikh Dimasyq)

Berkata Ibnu Asakir :
“Ash-Shodiq-Abu Abdillah Ja’far bin Muhammad Ash-Shodiq, lahir di Madinah Munawaroh pada tahun 83 H, dan meninggal di kota yang sama pada tahun 148 H. Beliau Imam ke VI yang ma’sum di kalangan Syi’ah, meriwayatkan dari ayah-ayahnya yang suci ,eriwayatkan dari Jabir, ia berkata : “Ketika Ali telah
di bai’at, ia berkhotbah di hadapan masa, maka Abdullah bin Saba’ bangkit lalu menghampirinya sambil berkata kepadanya : “Engkau adalah binatang
melata yang akan keluar dari perut bumi (salah satu tanda kiamat). Ali berkata kepadanya : “Bertaqwalah kepada Alloh !”.
Abdullah balik berkata : “Engkaulah Sang Raja.” Sekali lagi Ali berkata : “Bertaqwalah kepada Alloh !”. Namun Abdullah malah menjawab : “Engkaulah yang menciptakan makhluq dan membagi-bagikan rizki.” Lalu Ali menginstruksokan agar ia segera dibunuh, maka kaum Rafidhah sempat menentang Ali dengan berkata : “Biarlah dia ! Asingkan saja ke pinggiran Madain. Karena jika engkau membunuhnya di kota ini (Kufah) kawan-kawan beserta pengikutnya tentu akan menentang kita.” Maka beliau mengasingkannya ke pinggiran Madain. Disana terdapat Qaramithah dan Rafidhah. Setelah itu, berkat upaya Ibnu Saba’, maka kota Madain menjadi sentra pertemuan mereka.”
Jabir berkata : “Lalu, datang kepada Ali 11 (sebelas) orang dari kaum Sabaiah. Beliau berkata : ”Kembalilah kamu (Ali meminta agar mereka menarik kembali kata-kata mereka yang mengandung syirik) –aku adalah Ali. Ayah dan Ibuku sudah dikenal. Aku adalah putra paman Nabi sholallohu ‘alaihi was Salam.” Mereka berkata : “Kami tidak akan kembali, tinggalkan
yang memanggilmu.” Lalu Ali membakar mereka. Kuburan mereka yang berjumlah 11 di padang pasir demikian terkenal. Sisa dari mereka mengatakan kepada Ali adalah Tuhan. Mereka berpegang kepada ucapan Ibnu Abbas : “Tidaklah diperbolehkan menyiksa dengan api, kecuali Penciptanya (Alloh –maksudnya karena anggapan mereka Ali adalah Tuhan, maka Ali berhak melakukan siksaan tersebut). (lihat Tarikh Dimasyq,
manuskrip oelh Ibnu Asakir, lihat juga Tahdzib Tarikh Ibnu Asakir jilid VII/430- 431).

Sikap Pengikut Ibnu Saba’, Ketika Mendengar Terbunuhnya Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib
Para pengikut Ibnu Saba’ masih belum merasa puas dengan hanya mendustakan kabar itu (terbunuhnya Ali), tetapi mereka pergi ke Kufah dengan menyiarkan kesesatan-kesesatan guru dan pemimpin mereka, Ibnu Saba’. Sa’d bin Abdullah Al-Qummi, penulis kitab Al-Maqalat wal Firaq dan orang yang sangat terpercaya di kalangan Syi’ah telah meriwayatkan, kaum Sabaiah telah berkata pada pembawa kabar tentang wafatnya Ali : “Engkau berdusta, wahai musuh Alloh. Seandainya engkau datang dengan membawa otaknya yang telah hancur serta membawa 70 orang saksi, kami tetap tidak akan mempercayaimu. Kami yakin bahwa dia tidak mati dan tidak terbunuh. Dia tidak akan mati sampai ia kelak menggiring orang-orang Arab dengan tongkatnya serta menguasai bumi.” Kemudian, sedang beberapa saat mereka pergi ke rumah Ali. Mereka minta ijin untuk masuk dengan penuh keyakinan bahwa Ali masih hidup, hingga mereka dapat memenuhi keinginan mereka untuk bertemu dengannya. Orang-orang yang menyaksikan pembunuhan terhadap Ali, yaitu keluarga, para sahabat serta putranya, mengatakan kepada para pendatang tersebut : “Subhanalloh ! Tidak tahukah kalian,
bahwa Amirul Mukminin telah mati syahid ?!”
Mereka menjawab : “Kami tahu pasti, bahwa ia tidak terbunuh dan tidak mati, hingga kelak ia menggiring orang-orang Arab dengan pedang dan cemetinya, sebagaimana ia pimpin mereka dengan hujjah dan bukti nyata yang ada padanya. Sungguh ia mendengar segala bisikan yang penuh rahasia dan mengetahui apa yang ada dibawah selimut tebal. Ia demikian kemilau dalam kegelapan, sebagaimana kemilaunya pedang yang tajam.” (lihat Al-Maqalat wal Firaq oleh Sa’d bin Abdullah Al-Qummi tahun 301 H, hal : 21, cetakan : Teheran 1963 M. Tahqiq Dr. Muhammad Jawad Masykur).

Sikap Keluarga Nabi yang Mulia terhadap Ibnu Saba’
Ahlul Bait Nabi yang mulia menentang Abdullah bin Saba’, sebagaimana Ali bin Abi Thalib. Hingga mereka semua mendustakannya serta menentang ucapannya yang busuk, dan kesesatannya. Al-Kasyi meriwayatkan dengan sanadnya dari Muhammad bin Quluwaih, ia berkata : Telah diceritakan kepadaku oleh Ya’qub bin Yazid dan Muhammad bin Isa dari Ali bin Mahziar dari Fudhalah bin Ayyub Al-Azdi dari Aban bin Ustman berkata : Aku telah mendengar Abu Abdillah radiallohu ‘anhu berkata : “Semoga Alloh mengutuk Abdullah bin Saba’, ia telah mendakwahkan adanya unsure ketuhanan dalam diri Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib. Sementara, Demi Alloh, beliau adalah orang yang sangat taat. Sungguh celaka orang yang berdusta atas nama kami dan sesungguhnya satu kaum mengatakan tentang apa yang tidak pernah kami katakana mengenai diri kami. Kami berlindung kepada Alloh dari mereka.” (lihat Rijatul Kasyi, hal : 100, Yaysan A’lami Karbala dan Tanhiqul Maqol fi Ahwalir Rijal oleh Al- Mamaqani jilid II hal 183-184 cetakan Al-Muradhowiah 1350 H, dan Qanusur Rijal jilid V hal : 461).

Al-Kasyi meriwayatkan dengan sanadnya dari Muhammad bin Quluwaih, telah berkata Ali bin Husain radiallohu ‘anhu : “Semoga Alloh mengutuk orang yang berdusta atas nama kami. Suatu ketika aku teringat pada Abdullah bin Saba’, tiba-tiba berdiri bulu roma di sekujur tubuhku. Ia telah mendakwahkan satu masalah besar yang sungguh tak layak diucapkannya. Semoga Alloh melaknatinya. Ali radiallohu ‘anhu adalah hamba Alloh yang saleh, seukhuwah dengan Rasululloh sholallohu ‘alaihi was Salam. Ia tidak mendapatkan kemuliaan dari Alloh, melainkan dengan ketaatannya dengan Alloh dan Rasul-Nya, sebagaimana Rasululloh sholallohu ‘alaihi was Salam tidak memperoleh kemuliaan, melainkan dengan taatnya kepada Alloh.”
Semua ini adalah riwayat Al-Kasyi yang berasal dari imam-imam Ahlul Bait. Sebagaimana kita telah ketahui, Kitab Kasyi yang berjudul Ma’rifatun Naqihin ‘Ani aim Matish Shodiqin telah diteliti oleh Imam Syi’ah yang sangat terpercaya di kalangan mereka, yaitu Ath-Thusi yang mereka gelari Syaikhul- Thaifah (wafat tahun 460 H.).

Dinukil dari buku “Abdulah bin Saba’ –
Bukan Tokoh Fiktif” oleh Dr. Sya’diy Hasyimi penerbit Amarpress


POKOK-POKOK KESESATAN SYIAH

Asal-usul Syiah
Syiah secara etimologi bahasa berarti pengikut, sekte dan golongan. Sedangkan dalam istilah Syara', Syi'ah adalah suatu aliran yang timbul sejak pemerintahan Utsman bin Affan yang dikomandoi oleh Abdullah bin Saba', seorang Yahudi dari Yaman. Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan, lalu Abdullah bin Saba' mengintrodusir ajarannya secara terang-terangan dan menggalang massa untuk memproklamirkan bahwa kepemimpinan (baca: imamah) sesudah Nabi saw sebenarnya ke tangan Ali bin Abi Thalib karena suatu nash (teks) Nabi saw. Namun, menurut Abdullah bin Saba', Khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman telah mengambil alih kedudukan tersebut.
Keyakinan itu berkembang sampai kepada menuhankan Ali bin Abi Thalib. Berhubung hal itu suatu kebohongan, maka diambil tindakan oleh Ali bin Abi Thalib, yaitu mereka dibakar, lalu sebagian mereka melarikan diri ke Madain. Aliran Syi'ah pada abad pertama hijriyah belum merupakan aliran yang solid sebagai trend yang mempunyai berbagai macam keyakinan seperti yang berkembang pada abad ke-2 hijriyah dan abad-abad berikutnya.

Pokok-Pokok Penyimpangan Syiah pada Periode Pertama:
1.  Keyakinan bahwa imam sesudah Rasulullah saw adalah Ali bin Abi Thalib, sesuai dengan sabda Nabi saw. Karena itu para Khalifah dituduh merampok kepemimpinan dari tangan Ali bin Abi Thalib ra.
2.  Keyakinan bahwa imam mereka maksum (terjaga dari salah dan dosa)
3.  Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam yang telah wafat akan hidup kembali sebelum hari Kiamat untuk membalas dendam kepada lawan-lawannya, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah dll.
4.  Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam mengetahui rahasia ghaib, baik yang lalu maupun yang akan datang. Ini berarti sama dengan menuhankan Ali dan Imam.
5.  Keyakinan tentang ketuhanan Ali bin Abi Thalib yang dideklarasikan oleh para pengikut Abdullah bin Saba' dan akhirnya mereka dihukum bakar oleh Ali bin Abi Thalib karena keyakinan tersebut.
6.  Keyakinan mengutamakan Ali bin Abi Thalib atas Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Padahal Ali sendiri mengambil tindakan hukum cambuk 80 kali terhadap orang yang meyakini kebohongan tersebut
7.  Keyakinan mencaci maki para Sahabat atau sebagian Sahabat seperti Utsman bin Affan (lihat Dirasat fil Ahwaa' wal Firaq wal Bida' wa Mauqifus Salaf minhaa, Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-Aql hal. 237)

Pada abad ke-2 hijriyah, perkembangan keyakinan Syi'ah semakin menjadi jadi sebagai aliran yang mempunyai berbagai perangkat keyakinan baku dan terus berkembang sampai berdirinya dinasti Fathimiyyah di Mesir dan dinasti Sofawiyah di Iran. Terakhir aliran tersebut terangkat kembali dengan revolusi Khomaini dan dijadikan sebagai aliran resmi negara Iran sejak 1979.

Pokok-Pokok Penyimpangan Syi'ah Secara Umum:
1.  Pada Rukun Iman:
Syiah hanya memiliki 5 rukun iman, tanpa menyebut keimanan kepada para Malaikat, Rasul dan Qadha dan Qadar- yaitu: 1. Tauhid (keesaan Allah), 2. Al-'Adl (keadilan Allah) 3. Nubuwwah (kenabian), 4. Imamah (kepemimpinan Imam), 5.Ma'ad (hari kebangkitan dan pembalasan).
(Lihat 'Aqa'idul Imamiyah oleh Muhammad Ridha Mudhoffar dll)

2.  Pada Rukum Islam:
Syiah tidak mencantumkan Syahadatain dalam rukun Islam, yaitu: 1.Shalat, 2.Zakat, 3.Puasa, 4.Haji, 5.Wilayah (perwalian) (lihat Al-Khafie juz II hal 18)

3.  Syi'ah meyakini bahwa Al-Qur'an sekarang ini telah dirubah, ditambahi atau dikurangi dari yang seharusnya, seperti: "wa inkuntum fii roibim mimma nazzalna 'ala 'abdina FII 'ALIYYIN fa`tu bi shuratim mim mitslih (Al-Kafie, Kitabul Hujjah: I/417) Ada ta mbahan "fii 'Aliyyin" dari teks asli Al-Qur'an yang berbunyi: "wa inkuntum fii roibim mimma nazzalna 'ala 'abdina fa`tu bi shuratim mim mits lih" (Al-Baqarah:23) Karena itu mereka meyakini bahwa: Abu Abdillah a.s (imam Syiah) berkata: "Al-Qur'an yang dibawa oleh Jibril a.s kepada Nabi Muhammad saw adalah 17.000 ayat (Al-Kafi fil Ushul Juz II hal.634). Al-Qur'an mereka yang berjumlah 17.000 ayat itu disebut Mushaf Fatimah (lihat kitab Syi'ah Al-Kafi fil Ushul juz I hal 240-241 dan Fashlul Khithab karangan An-Nuri Ath-Thibrisy)

4.  Syi'ah meyakini bahwa para Sahabat sepeninggal Nabi saw, mereka murtad, kecuali beberapa orang saja, seperti: Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifary dan Salman Al-Farisy (Ar Raudhah minal Kafi juz VIII hal.245, Al-Ushul minal Kafi juz II hal 244)
5.  Syi'ah menggunakan senjata "taqiyyah" yaitu berbohong, dengan cara menampakkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya, untuk mengelabui (Al Kafi fil Ushul Juz II hal.217)

6.  Syi'ah percaya kepada Ar-Raj'ah yaitu kembalinya roh-roh ke jasadnyamasing-masing di dunia ini sebelum Qiamat dikala imam Ghaib mereka keluar dari persembunyiannya dan menghidupkan Ali dan anak-anaknya untuk balas dendam kepada lawan-lawannya.

7.  Syi'ah percaya kepada Al-Bada', yakni tampak bagi Allah dalam hal keimaman Ismail (yang telah dinobatkan keimamannya oleh ayahnya, Ja'far As-Shadiq, tetapi kemudian meninggal disaat ayahnya masih hidup) yang tadinya tidak tampak. Jadi bagi mereka, Allah boleh khilaf, tetapi Imam mereka tetap maksum (terjaga).

8.  Syiah membolehkan "nikah mut'ah", yaitu nikah kontrak dengan jangka waktu tertentu (lihat Tafsir Minhajus Shadiqin Juz II hal.493). Padahal hal itu telah diharamkan oleh Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib sendiri.

Nikah Mut'ah
Nikah mut'ah ialah perkawinan antara seorang lelaki dan wanita dengan maskawin tertentu untuk jangka waktu terbatas yang berakhir dengan habisnya masa tersebut, dimana suami tidak berkewajiban memberikan nafkah, dan tempat tinggal kepada istri, serta tidak menimbulkan pewarisan antara keduanya.

Ada 6 perbedaan prinsip antara nikah mut'ah dan nikah sunni (syar'i):
1.  Nikah mut'ah dibatasi oleh waktu, nikah sunni tidak dibatasi oleh waktu.
2.  Nikah mut'ah berakhir dengan habisnya waktu yang ditentukan dalam akad atau fasakh, sedangkan nikah sunni berakhir dengan talaq atau meninggal dunia
3.  Nikah mut'ah tidak berakibat saling mewarisi antara suami istri, nikah sunni menimbulkan pewarisan antara keduanya.
4.  Nikah mut'ah tidak membatasi jumlah istri, nikah sunni dibatasi dengan jumlah istri hingga maksimal 4 orang.
5.  Nikah mut'ah dapat dilaksanakan tanpa wali dan saksi, nikah sunni harus dilaksanakan dengan wali dan saksi.
6.  Nikah mut'ah tidak mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri, nikah sunni mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri.

Dalil-Dali Haramnya Nikah Mut'ah
Haramnya nikah mut'ah berlandaskan dalil-dalil hadits Nabi saw juga pendapat para ulama dari 4 madzhab. Dalil dari hadits Nabi saw yang diwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya Shahih Muslim menyatakan bahwa dari Sabrah bin Ma'bad Al-Juhaini, iaberkata: "Kami bersama Rasulullah saw dalam suatu perjalanan haji. Pada suatu saat kami berjalan bersama saudara sepupu kami dan bertemu dengan seorang wanita. Jiwa muda kami mengagumi wanita tersebut, sementara dia mengagumi selimut (selendang) yang dipakai oleh saudaraku itu. Kemudian wanita tadi berkata: "Ada selimut seperti selimut". Akhirnya aku menikahinya dan tidur bersamanya satu malam. Keesokan harinya aku pergi ke Masjidil Haram, dan tiba-tiba aku melihat Rasulullah saw sedang berpidato diantara pintu Ka'bah dan Hijr Ismail. Beliau bersabda, "Wahai sekalian manusia, aku pernah mengizinkan kepada kalian untuk melakukan nikah mut'ah. Maka sekarang siapa yang memiliki istri dengan cara nikah mut'ah, haruslah ia menceraikannya, dan segala sesuatu yang telah kalian berikan kepadanya, janganlah kalian ambil lagi. Karena Allah azza wa jalla telah mengharamkan nikah mut'ah sampai Hari Kiamat (Shahih Muslim II/1024)

Dalil hadits lainnya: Dari Ali bin Abi Thalib ra. ia berkata kepada Ibnu Abbas ra bahwa Nabi Muhammad saw melarang nikah mut'ah dan memakan daging keledai jinak pada waktu perang Khaibar (Fathul Bari IX/71)

Pendapat Para Ulama
Berdasarkan hadits-hadits tersebut diatas, para ulama berpendapat sebagai berikut:
Ø Dari Madzhab Hanafi, Imam Syamsuddin Al-Sarkhasi (wafat 490 H) dalam kitabnya Al-Mabsuth (V/152) mengatakan: "Nikah mut'ah ini bathil menurut madzhab kami. Demikian pula Imam Ala Al Din Al-Kasani (wafat 587 H) dalam kitabnya Bada'i Al-Sana'i fi Tartib Al-Syara'i (II/272) mengatakan, "Tidak boleh nikah yang bersifat sementara, yaitu nikah mut'ah"

Ø Dari Madzhab Maliki, Imam Ibnu Rusyd (wafat 595 H) dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid (IV/325 s.d 334) mengatakan, "hadits-hadits yang mengharamkan nikah mut'ah mencapai peringkat mutawatir" Sementara itu Imam Malik bin Anas (wafat 179 H) dalam kitabnya Al-Mudawanah Al-Kubra (II/130) mengatakan, "Apabila seorang lelaki menikahi wanita dengan dibatasi waktu, maka nikahnya batil."

Ø Dari Madzhab Syafi', Imam Syafi'i (wafat 204 H) dalam kitabnya Al-Umm (V/85) mengatakan, "Nikah mut'ah yang dilarang itu adalah semua nikah yang dibatasi dengan waktu, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, seperti ucapan seorang lelaki kepada seorang perempuan, aku nikahi kamu selama satu hari, sepuluh hari atau satu bulan." Sementara itu Imam Nawawi (wafat 676 H) dalam kitabnya Al-Majmu' (XVII/356) mengatakan, "Nikah mut'ah tidak diperbolehkan, karena pernikahan itu pada dasarnya adalah suatu aqad yang bersifat mutlaq, maka tidak sah apabila dibatasi dengan waktu."

Ø Dari Madzhab Hambali, Imam Ibnu Qudamah (wafat 620 H) dalam kitabnya Al-Mughni (X/46) mengatakan, "Nikah Mut'ah ini adalah nikah yang bathil." Ibnu Qudamah juga menukil pendapat Imam Ahmad bin Hambal (wafat 242 H) yang menegaskan bahwa nikah mut'ah adalah haram. Dan masih banyak lagi kesesatan dan penyimpangan Syi'ah. Kami ingatkan kepada kaum muslimin agar waspada terhadap ajakan para propagandis Syi'ah yang biasanya mereka berkedok dengan nama "Wajib mengikuti madzhab Ahlul Bait", sementara pada hakikatnya Ahlul Bait berlepas diri dari mereka, itulah manipulasi mereka. Semoga Allah selalu membimbing kita ke jalan yang lurus berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafus Shalih. Lebih lanjut bagi yang ingin tahu lebih banyak, silakan membaca buku "Mengapa Kita Menolah Syi'ah".


Rujukan:
1.  Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-Aql, Dirasat fil ahwa wal firaq wal Bida' wa Mauqifus Salaf minha
2.  Drs. KH Dawam Anwar dkk, Mengapa Kita menolak Syi'ah
3.  H. Hartono Ahmad Jaiz, Di bawah Bayang-bayang Soekarno-Soeharto
4.  Abdullah bin Sa'id Al-Junaid, Perbandingan antara Sunnah dan Syi'ah.
5.  Dan lain-lain, kitab-kitab karangan orang Syi'ah.

Sumber: Buletin LPPI.
Masjid Al-Ihsan Lt.III Proyek Pasar Rumput Jakarta 12970 Telp/Fax. (021)8281606

Tidak ada komentar:

Posting Komentar