ABDULLAH
BIN SABA’
TOKOH
YAHUDI “PENCIPTA” GOLONGAN SYI’AH
Idelogi
Ibnu Saba’ dan Berbagai Kesesatannya
Dibawah
ini disebutkan hal-hal urgen yang menjadi ideologi Ibnu Saba’ dimana ia membawa
dan meyakinkan pengikutnya pada masalah-masalah tersebut. Demikianlah ideologi
sesat ini menyusup ke dalam sekte-sekte Syi’ah. Sedang motivasi kami menggelar
ideologi Yahudi ini dari kitab-kitab dan riwayat mereka tentang imam-imam yang
ma’sum di kalangan mereka
oleh
karena mereka mengatakan :
a. Percaya
kepada ismah para imam menjadikan hadist-hadist yang berasal dari mereka
shahih/benar, tanpa mengahruskan bersambungnya sanad tersebut dengan Nabi
Sholallohu ‘alaihi was Salam, sebagaimana hal itu berlaku di kalangan ahli
sunnah (lihat Tarikhul Imamah, hal : 158).
b. Karena
iamam di kalangan Imamiah adalah ma’sum, maka tidak ada keraguan sedikitpun
terhadap apa yang ia ucapkan (lihat Tarikhul Imamiah, hal : 140)
c.
Al-Mamaqani berkata
: ”Semua hadits kamu mutlak berasal dari Imam yang ma’sum.” (lihat Tanhiqul
Maqol, jilid I/17). Kitab Al-Mamaqani termasuk diantara kitab-kitab jarh dan
ta’dil yang paling urgen di kalangan syi’ah.
Setelah
penjelasan-penjelasan ini, yang mengharuskan satu kaum untuk menerima
kabar-kabar yang diriwayatkan dalam karangan-karangan mereka, maka akan kami
sebutkan kesesatan-kesesatan utama yang disebarluaskan oleh Abdullah bin Saba’,
yaitu :
1. Ia
adalah orang pertama yang berpendapat tentang adanya wasiat Rasululloh
Sholallohu ‘alaihi was Salam untuk Ali, yaitu bahwa Ali adalah penggantinya
atas ummatnya setelah beliau berdasarkan nash.
2. Ia
adalah orang pertama yang menunjukkan sikap ‘bebas diri’ terhadap musuh-musuh
Ali –menurut anggapannya- dan menyatakan resistansi terhadap para penentangnya
serta mengkafirkan mereka. Bukti akan kebenaran ungkapan tersebut berasal dari
buku sejarah berdasarkan riwayat An-Nubakhti, Al-Kasyi, Al-Mamaqani, At-Tasturi
dan para sejarawan Syi’ah lainnya.
3. Ia
adalah orang pertama yang mengatakan tentang ke-Tuhanan Ali radiallohu ‘anhu
4. Ia
adalah orang pertama yang mendakwahkan kenabian dari sekte-sekte Syi’ah yang
ekstrim (ghulat). Sebagai bukti adalah apa yang diriwayatkan Al-Kasyi dengan
sanadnya dari Muhammad bin Quluwaith Al-Qummi.
5. Ia
adalah orang pertama yang mengada-adakan pendapat mengenai kembalinya Ali ke
dunia setelah wafatnya dan tentang kembalinya Rasululloh Sholallohu ‘alaihi was
Salam. Petama kali ia mengutarakan pendapatnya secara nyata adalah ketika ia di
Mesir. Ia berkata : “Adalah sangat mengherankan jika orang menganggap bahwa Isa
kelak akan kembali, namun mendustakan kembalinya Muhammad sholallohu ‘alaihi
was Salam. Sedang Alloh berfirman : “Sesungguhnya Alloh yang mewajibkan
(pelaksanaan hukum0hukum) Al-Qur’an atasmu, pasti akan mengembalikanmu ke
tempat kembali.” Maka, dengan demikian, Muhammad lebih berhak untuk kembali ke
dunia daripada Isa. Ucapannya itu bisa ditermia. Ia meletakkan dasar-dasar
raj’ah (kehidupan kembali setelah mati) bagi mereka, maka mereka mulai memperbincangkannya.
(lihat Tarikh Dimasyq nomor 602, dalam terjemahan Abdullah bin Saba’, juga
dalam Tahzib Tarikh Dimasyq oleh Ibnu Badran jilid V/428).
6. Ibnu
Saba’ yang beragama Yahudi itu mendakwahkan, bahwa Ali adalah binatang yang
akan keluar dari perut bumi dan sesungguhnya dialah yang menciptakan makhluk
dan mebagi-bagikan rizki.
7. Kaum
Sabaiah berkata : “Mereka sebenarnya tidak mati, melainkan terbang setelah
kematian mereka dan mereka dinamakan Ath-Thoyyaroh (yang berterbangan).
Ibnu
Thahir Al-Maqdisi berkata : “Sesungguhnya golongan Sabiah dinamakan Thoyarroh.
Mereka menganggap diri mereka tidak mati, dan kematian mereka tidak lain adalah
terbangnya diri mereka dalam gelapnya malam. Nama ini dipergunakan oleh Imam
Jarh wat ta’dil di kalangan Syi’ah untuk –‘menetapkan’- kejelekan para rawi.
(lihat Majmul Bayan fi tafsiri Quran oleh Abu Ali Fadhli bin Hasan Ath-Thabrani
dari ulama Syi’ah Imamiah pada abad ke VI jilid IV, hal 234, cetakan Al-Irfan,
Sidon 1355 H./1937 M. dan tafsir Al-Qummi jilid II, hal 131)
8. Suatu
kamu dari golongan Sabaiah, telah berbicara tentang perpindahan ruhul qudus
dalam diri para imam. Mereka menamakannya ‘reinkarnasi’. Ibnu Thahir Al=Maqdisi
berkata : “Ada satu kaum diantara kaum Thoyyaroh (golongan Sabaiah) yang
beranggapan, bahwa ruhul qudus terdapat dalam diri nabi, sebagaimana sebelumnya
terdapat dalam diri Isa yang kemudian berpindah ke dalam diri Ali, lalu Hasan,
Husain, demikian pula berpindah ke dalam diri para Imam. Umumnya mereka
mengakui adanya reinkarnasi dan raj’ah.” (lihat Al-Badu wat Tarikh jilid V hal
129, cetakan 1916).
9. Kaum
Sabaiah berkata : “Kami mendapat petunjuk melalui wahyu, namun banyak orang yang
tersesat melalui isinya dan kami mendapat petunjuk berupa ilmu, namun
tersembunyi bagi mereka.
10.
Mereka bertanya :
“Sesungguhnya Rasululloh Sholallhou ‘alaihi was Salam telah menyembunyikan 9/10
dari wahyu. Ocehan-ocehan omong kosong semacam itu telah disanggah oleh salah
seorang Imam Ahlu Bait, yaitu Al-Hasan bin Muhammad Ibnul Hanafiah dalam
risalahnya Al-Irja dan yang meriwayatkannya adalah orang-orang terpercaya di
kalangan Syi’ah. Al-Hafidz Al-Jauzajani (259 H) berkata tentang Ibnu Saba’ :
“Ia beranggapan bahwa Al-Qur’an (yang ada sekarang) hanya 1 juz dari 9 juz. Dan
ilmunya ada pada Ali, maka Ali melarangnya setelah menginginkannya. (lihat
Al-Farqu bainal Firaq, hal : 234, ide semacam ini juga disebutkan oelh Ibnu
Abil Hadid dalam Syarhu Nahjul Balagah jilid II, hal : 309)
11.
Mereka juga
mengatakan : “Bahwa Ali ada di langit. Petir adalah suaranya, kilat adalah
cemetinya. Siapa diantara mereka yang mendengar suara petir, maka akan
mengatakan : “Alaikassalam, ya Amirul Mukminin! (salam sejahtera bagimu, wahai
amirul mukminin).” Asy-Syaikh Muhyiddin Abdul Hamid, telah berkomentar tentang
ideology semacam ini, yaitu : “Hingga kini saya masih melihat anak-anak kecil
di Kairo berlarian ketika hujan deras, sambil berteriak : “Wahai berkah Ali, melimpahlah.”
(lihat Maqalatul Islamiyyin, hal : 85)
Sikap
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalih radiallohu ‘anhu dan Ahlul Baitnya
Ali
radiallohu ‘anhu, berkata : “Akan binasa sehubungan dengan diriku dua golongan
manusia : Pecinta yang berlebihan, hingga kecintannya menyebabkannya menyimpang
dari yang haq dan pembenci yang ceroboh, hingga kebenciannya membuatnya menyimpang
dari kebenaran. Maka, sebaik-baik keadaan manusia dalam kaitannya dengan diriku
adalah yang di tengah. Ikutlah yang di tengah dan ikutilah kelompok terbesar,
karena sesungguhnya pertolongan Alloh beserta jamaah. (Lihat Al-Adabul Hadist oleh
Umar Dasuqi, jilid II/405-406, ia adalah Muhammad bin abdul Muthalib bin wasil
dari Juhainah)
Demikianlah,
kehendak Allah atas manusia sehubungan dengan Ali terbagi menjadi tiga bagian :
1. Pembenci
yang ceroboh, mereka inilah yang mencelanya, bahkan sebagian dari mereka
terlalu ekstrim, hingga mengkafirkannya. Seperti kaum KHAWARIJ
2. Pecinta
yang berlebihan, dan kecintaannya tersebut membuatnya melewati batas, hingga
menjadikannya Nabi bahkan kesesatan mereka kian meluap, hingga
memper-Tuhankannya, seperti kaum SYI’AH
3. Kelompok
ketiga adalah yang terbesar, mereka inilah Ahlus-Sunnah wal Jama’ah dari mulai
kaum terdahulu yang saleh, hingga masa kita dewasa ini. Mereka inilah yang
mencintai Ali dan keluarganya dengan cinta yang benar menurut syara’. Mereka
mencintai Ali dan keluarganya adalah karena kedudukan mereka di sisi Nabi
Sholallohu ‘alaihi wassalam.
Kisah-kisah
tentang Ali dengan kelompok pertama tersebut, telah banyak disebutkan dalam
kitab-kitab sejarah, sebagaimana yang kita telah ketahui. Kini kita ingin
mengetahui sikap Ali dan keluarganya terhadap Ibnu Saba’ dan
para
pengikutnya. Ketika Ibnu Saba’ menyatakan keislamannya dan mulai menampakkan
sikap ‘amar ma’ruf nahi mungkar serta berhasil menarik simpati banyak orang, maka
ia mulai mendekatkan diri dan menunjukkan kecintaannya kepada Ali. Ketika
kedudukannya cukup stabil, ia mulai berdusta dan menciptakan
kebohongan
atas diri Ali. Salah seorang tokoh besar dari golongan Tabi’in, yang wafat pada
tahun 103 H., yaitu Asy-Sya’bi berkata : “Yang pertama kali melahirkan
kebohongan adalah Abdullah bin Saba’. Dia telah berdusta atas nama Alloh dan
Rasul-Nya.” Ali berkata : “Ada urusan apa aku dengan si jahat berkulit hitam
itu (yang dimaksud adalah Ibnu Saba’), ia telah mencaci Abu Bakar dan ‘Umar.”
(lihat Tarikh Dimasyq, copy dari naskah manuskrip di lembaga manuskrip no : 302
Tarikh, biografi Abdullah bin Saba’, lihat juga Tahdzib Tarikh Ibnu Asakir
jilid V hal : 430)
Ibnu Asakir meriwayatkan, bahwa ketika kabar tentang
caci maki yang dilontarkan Ibnu Saba’ pada Abu Bakar dan ‘Umar sampai kepada
Ali bin Abi Thalib, maka beliau memanggilnya, maka orang-orang meminta
pertolongan kepadanya. Kemudian Ali berkata : “Demi Alloh, dia tidak boleh
tinggal di negri yang sama denganku. Asingkanlah dia ke Madain.” (idem Tarikh Dimasyq)
Berkata
Ibnu Asakir :
“Ash-Shodiq-Abu
Abdillah Ja’far bin Muhammad Ash-Shodiq, lahir di Madinah Munawaroh pada tahun
83 H, dan meninggal di kota yang sama pada tahun 148 H. Beliau Imam ke VI yang
ma’sum di kalangan Syi’ah, meriwayatkan dari ayah-ayahnya yang suci
,eriwayatkan dari Jabir, ia berkata : “Ketika Ali telah
di
bai’at, ia berkhotbah di hadapan masa, maka Abdullah bin Saba’ bangkit lalu
menghampirinya sambil berkata kepadanya : “Engkau adalah binatang
melata
yang akan keluar dari perut bumi (salah satu tanda kiamat). Ali berkata
kepadanya : “Bertaqwalah kepada Alloh !”.
Abdullah
balik berkata : “Engkaulah Sang Raja.” Sekali lagi Ali berkata : “Bertaqwalah
kepada Alloh !”. Namun Abdullah malah menjawab : “Engkaulah yang menciptakan
makhluq dan membagi-bagikan rizki.” Lalu Ali menginstruksokan agar ia segera
dibunuh, maka kaum Rafidhah sempat menentang Ali dengan berkata : “Biarlah dia
! Asingkan saja ke pinggiran Madain. Karena jika engkau membunuhnya di kota ini
(Kufah) kawan-kawan beserta pengikutnya tentu akan menentang kita.” Maka beliau
mengasingkannya ke pinggiran Madain. Disana terdapat Qaramithah dan Rafidhah.
Setelah itu, berkat upaya Ibnu Saba’, maka kota Madain menjadi sentra pertemuan
mereka.”
Jabir
berkata : “Lalu, datang kepada Ali 11 (sebelas) orang dari kaum Sabaiah. Beliau
berkata : ”Kembalilah kamu (Ali meminta agar mereka menarik kembali kata-kata
mereka yang mengandung syirik) –aku adalah Ali. Ayah dan Ibuku sudah dikenal.
Aku adalah putra paman Nabi sholallohu ‘alaihi was Salam.” Mereka berkata :
“Kami tidak akan kembali, tinggalkan
yang
memanggilmu.” Lalu Ali membakar mereka. Kuburan mereka yang berjumlah 11 di
padang pasir demikian terkenal. Sisa dari mereka mengatakan kepada Ali adalah
Tuhan. Mereka berpegang kepada ucapan Ibnu Abbas : “Tidaklah diperbolehkan
menyiksa dengan api, kecuali Penciptanya (Alloh –maksudnya karena anggapan
mereka Ali adalah Tuhan, maka Ali berhak melakukan siksaan tersebut). (lihat
Tarikh Dimasyq,
manuskrip
oelh Ibnu Asakir, lihat juga Tahdzib Tarikh Ibnu Asakir jilid VII/430- 431).
Sikap
Pengikut Ibnu Saba’, Ketika Mendengar Terbunuhnya Amirul Mukminin Ali bin Abi
Thalib
Para
pengikut Ibnu Saba’ masih belum merasa puas dengan hanya mendustakan kabar itu
(terbunuhnya Ali), tetapi mereka pergi ke Kufah dengan menyiarkan
kesesatan-kesesatan guru dan pemimpin mereka, Ibnu Saba’. Sa’d bin Abdullah
Al-Qummi, penulis kitab Al-Maqalat wal Firaq dan orang yang sangat terpercaya
di kalangan Syi’ah telah meriwayatkan, kaum Sabaiah telah berkata pada pembawa
kabar tentang wafatnya Ali : “Engkau berdusta, wahai musuh Alloh. Seandainya
engkau datang dengan membawa otaknya yang telah hancur serta membawa 70 orang
saksi, kami tetap tidak akan mempercayaimu. Kami yakin bahwa dia tidak mati dan
tidak terbunuh. Dia tidak akan mati sampai ia kelak menggiring orang-orang Arab
dengan tongkatnya serta menguasai bumi.” Kemudian, sedang beberapa saat mereka pergi
ke rumah Ali. Mereka minta ijin untuk masuk dengan penuh keyakinan bahwa Ali
masih hidup, hingga mereka dapat memenuhi keinginan mereka untuk bertemu
dengannya. Orang-orang yang menyaksikan pembunuhan terhadap Ali, yaitu
keluarga, para sahabat serta putranya, mengatakan kepada para pendatang
tersebut : “Subhanalloh ! Tidak tahukah kalian,
bahwa
Amirul Mukminin telah mati syahid ?!”
Mereka
menjawab : “Kami tahu pasti, bahwa ia tidak terbunuh dan tidak mati, hingga
kelak ia menggiring orang-orang Arab dengan pedang dan cemetinya, sebagaimana
ia pimpin mereka dengan hujjah dan bukti nyata yang ada padanya. Sungguh ia
mendengar segala bisikan yang penuh rahasia dan mengetahui apa yang ada dibawah
selimut tebal. Ia demikian kemilau dalam kegelapan, sebagaimana kemilaunya
pedang yang tajam.” (lihat Al-Maqalat wal Firaq oleh Sa’d bin Abdullah Al-Qummi
tahun 301 H, hal : 21, cetakan : Teheran 1963 M. Tahqiq Dr. Muhammad Jawad
Masykur).
Sikap
Keluarga Nabi yang Mulia terhadap Ibnu Saba’
Ahlul
Bait Nabi yang mulia menentang Abdullah bin Saba’, sebagaimana Ali bin Abi
Thalib. Hingga mereka semua mendustakannya serta menentang ucapannya yang
busuk, dan kesesatannya. Al-Kasyi meriwayatkan dengan sanadnya dari Muhammad bin
Quluwaih, ia berkata : Telah diceritakan kepadaku oleh Ya’qub bin Yazid dan
Muhammad bin Isa dari Ali bin Mahziar dari Fudhalah bin Ayyub Al-Azdi dari Aban
bin Ustman berkata : Aku telah mendengar Abu Abdillah radiallohu ‘anhu berkata :
“Semoga Alloh mengutuk Abdullah bin Saba’, ia telah mendakwahkan adanya unsure
ketuhanan dalam diri Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib. Sementara, Demi Alloh,
beliau adalah orang yang sangat taat. Sungguh celaka orang yang berdusta atas
nama kami dan sesungguhnya satu kaum mengatakan tentang apa yang tidak pernah
kami katakana mengenai diri kami. Kami berlindung kepada Alloh dari mereka.”
(lihat Rijatul Kasyi, hal : 100, Yaysan A’lami Karbala dan Tanhiqul Maqol fi
Ahwalir Rijal oleh Al- Mamaqani jilid II hal 183-184 cetakan Al-Muradhowiah
1350 H, dan Qanusur Rijal jilid V hal : 461).
Al-Kasyi
meriwayatkan dengan sanadnya dari Muhammad bin Quluwaih, telah berkata Ali bin
Husain radiallohu ‘anhu : “Semoga Alloh mengutuk orang yang berdusta atas nama
kami. Suatu ketika aku teringat pada Abdullah bin Saba’, tiba-tiba berdiri bulu
roma di sekujur tubuhku. Ia telah mendakwahkan satu masalah besar yang sungguh
tak layak diucapkannya. Semoga Alloh melaknatinya. Ali radiallohu ‘anhu adalah
hamba Alloh yang saleh, seukhuwah dengan Rasululloh sholallohu ‘alaihi was
Salam. Ia tidak mendapatkan kemuliaan dari Alloh, melainkan dengan ketaatannya
dengan Alloh dan Rasul-Nya, sebagaimana Rasululloh sholallohu ‘alaihi was Salam
tidak memperoleh kemuliaan, melainkan dengan taatnya kepada Alloh.”
Semua
ini adalah riwayat Al-Kasyi yang berasal dari imam-imam Ahlul Bait. Sebagaimana
kita telah ketahui, Kitab Kasyi yang berjudul Ma’rifatun Naqihin ‘Ani aim
Matish Shodiqin telah diteliti oleh Imam Syi’ah yang sangat terpercaya di
kalangan mereka, yaitu Ath-Thusi yang mereka gelari Syaikhul- Thaifah (wafat
tahun 460 H.).
Dinukil
dari buku “Abdulah bin Saba’ –
Bukan
Tokoh Fiktif” oleh Dr. Sya’diy Hasyimi penerbit Amarpress
POKOK-POKOK KESESATAN SYIAH
Asal-usul Syiah
Syiah secara etimologi bahasa berarti
pengikut, sekte dan golongan. Sedangkan dalam istilah Syara', Syi'ah adalah
suatu aliran yang timbul sejak pemerintahan Utsman bin Affan yang dikomandoi
oleh Abdullah bin Saba', seorang Yahudi dari Yaman. Setelah terbunuhnya Utsman
bin Affan, lalu Abdullah bin Saba' mengintrodusir ajarannya secara
terang-terangan dan menggalang massa untuk memproklamirkan bahwa kepemimpinan
(baca: imamah) sesudah Nabi saw sebenarnya ke tangan Ali bin Abi Thalib karena suatu
nash (teks) Nabi saw. Namun, menurut Abdullah bin Saba', Khalifah Abu Bakar,
Umar, Utsman telah mengambil alih kedudukan tersebut.
Keyakinan itu berkembang sampai kepada menuhankan Ali bin Abi
Thalib. Berhubung hal itu suatu kebohongan, maka diambil tindakan oleh Ali bin
Abi Thalib, yaitu mereka dibakar, lalu sebagian mereka melarikan diri ke
Madain. Aliran Syi'ah pada abad pertama hijriyah belum merupakan aliran yang
solid sebagai trend yang mempunyai berbagai macam keyakinan seperti yang berkembang
pada abad ke-2 hijriyah dan abad-abad berikutnya.
Pokok-Pokok Penyimpangan Syiah pada Periode Pertama:
1. Keyakinan bahwa imam sesudah Rasulullah saw adalah Ali bin Abi
Thalib, sesuai dengan sabda Nabi saw. Karena itu para Khalifah dituduh merampok
kepemimpinan dari tangan Ali bin Abi Thalib ra.
2. Keyakinan bahwa imam mereka maksum (terjaga dari salah dan dosa)
3. Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam yang telah wafat
akan hidup kembali sebelum hari Kiamat untuk membalas dendam kepada lawan-lawannya,
yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah dll.
4. Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam mengetahui
rahasia ghaib, baik yang lalu maupun yang akan datang. Ini berarti sama dengan menuhankan
Ali dan Imam.
5. Keyakinan tentang ketuhanan Ali bin Abi Thalib yang dideklarasikan
oleh para pengikut Abdullah bin Saba' dan akhirnya mereka dihukum bakar oleh Ali
bin Abi Thalib karena keyakinan tersebut.
6. Keyakinan mengutamakan Ali bin Abi Thalib atas Abu Bakar dan Umar
bin Khattab. Padahal Ali sendiri mengambil tindakan hukum cambuk 80 kali terhadap
orang yang meyakini kebohongan tersebut
7. Keyakinan mencaci maki para Sahabat atau sebagian Sahabat seperti Utsman
bin Affan (lihat Dirasat fil Ahwaa' wal Firaq wal Bida' wa Mauqifus Salaf
minhaa, Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-Aql hal. 237)
Pada
abad ke-2 hijriyah, perkembangan keyakinan Syi'ah semakin menjadi jadi sebagai
aliran yang mempunyai berbagai perangkat keyakinan baku dan terus berkembang
sampai berdirinya dinasti Fathimiyyah di Mesir dan dinasti Sofawiyah di Iran.
Terakhir aliran tersebut terangkat kembali dengan revolusi Khomaini dan
dijadikan sebagai aliran resmi negara Iran sejak 1979.
Pokok-Pokok
Penyimpangan Syi'ah Secara Umum:
1. Pada
Rukun Iman:
Syiah hanya memiliki 5 rukun iman, tanpa
menyebut keimanan kepada para Malaikat, Rasul dan Qadha dan Qadar- yaitu: 1.
Tauhid (keesaan Allah), 2. Al-'Adl (keadilan Allah) 3. Nubuwwah (kenabian), 4.
Imamah (kepemimpinan Imam), 5.Ma'ad (hari kebangkitan dan pembalasan).
(Lihat 'Aqa'idul Imamiyah oleh Muhammad
Ridha Mudhoffar dll)
2. Pada
Rukum Islam:
Syiah tidak mencantumkan Syahadatain dalam
rukun Islam, yaitu: 1.Shalat, 2.Zakat, 3.Puasa, 4.Haji, 5.Wilayah (perwalian)
(lihat Al-Khafie juz II hal 18)
3. Syi'ah
meyakini bahwa Al-Qur'an sekarang ini telah dirubah, ditambahi atau dikurangi
dari yang seharusnya, seperti: "wa inkuntum fii roibim mimma nazzalna
'ala 'abdina FII 'ALIYYIN fa`tu bi shuratim mim mitslih (Al-Kafie, Kitabul
Hujjah: I/417) Ada ta mbahan "fii 'Aliyyin" dari teks asli Al-Qur'an
yang berbunyi: "wa inkuntum fii roibim mimma nazzalna 'ala 'abdina fa`tu
bi shuratim mim mits lih" (Al-Baqarah:23) Karena itu mereka meyakini bahwa:
Abu Abdillah a.s (imam Syiah) berkata: "Al-Qur'an yang dibawa oleh Jibril
a.s kepada Nabi Muhammad saw adalah 17.000 ayat (Al-Kafi fil Ushul Juz II
hal.634). Al-Qur'an mereka yang berjumlah 17.000 ayat itu disebut Mushaf
Fatimah (lihat kitab Syi'ah Al-Kafi fil Ushul juz I hal 240-241 dan Fashlul
Khithab karangan An-Nuri Ath-Thibrisy)
4. Syi'ah
meyakini bahwa para Sahabat sepeninggal Nabi saw, mereka murtad, kecuali
beberapa orang saja, seperti: Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifary dan
Salman Al-Farisy (Ar Raudhah minal Kafi juz VIII hal.245, Al-Ushul minal Kafi
juz II hal 244)
5. Syi'ah
menggunakan senjata "taqiyyah" yaitu berbohong, dengan cara menampakkan
sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya, untuk mengelabui (Al Kafi fil
Ushul Juz II hal.217)
6. Syi'ah
percaya kepada Ar-Raj'ah yaitu kembalinya roh-roh ke jasadnyamasing-masing di
dunia ini sebelum Qiamat dikala imam Ghaib mereka keluar dari persembunyiannya
dan menghidupkan Ali dan anak-anaknya untuk balas dendam kepada lawan-lawannya.
7. Syi'ah
percaya kepada Al-Bada', yakni tampak bagi Allah dalam hal keimaman Ismail
(yang telah dinobatkan keimamannya oleh ayahnya, Ja'far As-Shadiq, tetapi
kemudian meninggal disaat ayahnya masih hidup) yang tadinya tidak tampak. Jadi
bagi mereka, Allah boleh khilaf, tetapi Imam mereka tetap maksum (terjaga).
8. Syiah
membolehkan "nikah mut'ah", yaitu nikah kontrak dengan jangka waktu
tertentu (lihat Tafsir Minhajus Shadiqin Juz II hal.493). Padahal hal itu telah
diharamkan oleh Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib
sendiri.
Nikah
Mut'ah
Nikah
mut'ah ialah perkawinan antara seorang lelaki dan wanita dengan maskawin tertentu
untuk jangka waktu terbatas yang berakhir dengan habisnya masa tersebut, dimana
suami tidak berkewajiban memberikan nafkah, dan tempat tinggal kepada istri,
serta tidak menimbulkan pewarisan antara keduanya.
Ada
6 perbedaan prinsip antara nikah mut'ah dan nikah sunni (syar'i):
1. Nikah
mut'ah dibatasi oleh waktu, nikah sunni tidak dibatasi oleh waktu.
2. Nikah
mut'ah berakhir dengan habisnya waktu yang ditentukan dalam akad atau fasakh,
sedangkan nikah sunni berakhir dengan talaq atau meninggal dunia
3. Nikah
mut'ah tidak berakibat saling mewarisi antara suami istri, nikah sunni
menimbulkan pewarisan antara keduanya.
4. Nikah
mut'ah tidak membatasi jumlah istri, nikah sunni dibatasi dengan jumlah
istri hingga maksimal 4 orang.
5. Nikah
mut'ah dapat dilaksanakan tanpa wali dan saksi, nikah sunni harus
dilaksanakan dengan wali dan saksi.
6. Nikah
mut'ah tidak mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri, nikah sunni
mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri.
Dalil-Dali
Haramnya Nikah Mut'ah
Haramnya
nikah mut'ah berlandaskan dalil-dalil hadits Nabi saw juga pendapat para ulama
dari 4 madzhab. Dalil dari hadits Nabi saw yang diwayatkan oleh Imam Muslim
dalam kitabnya Shahih Muslim menyatakan bahwa dari Sabrah bin Ma'bad
Al-Juhaini, iaberkata: "Kami bersama Rasulullah saw dalam suatu perjalanan
haji. Pada suatu saat kami berjalan bersama saudara sepupu kami dan bertemu
dengan seorang wanita. Jiwa muda kami mengagumi wanita tersebut, sementara dia mengagumi
selimut (selendang) yang dipakai oleh saudaraku itu. Kemudian wanita tadi
berkata: "Ada selimut seperti selimut". Akhirnya aku menikahinya dan
tidur bersamanya satu malam. Keesokan harinya aku pergi ke Masjidil Haram, dan
tiba-tiba aku melihat Rasulullah saw sedang berpidato diantara pintu Ka'bah dan
Hijr Ismail. Beliau bersabda, "Wahai sekalian manusia, aku pernah
mengizinkan kepada kalian untuk melakukan nikah mut'ah. Maka sekarang siapa
yang memiliki istri dengan cara nikah mut'ah, haruslah ia menceraikannya, dan
segala sesuatu yang telah kalian berikan kepadanya, janganlah kalian ambil
lagi. Karena Allah azza wa jalla telah mengharamkan nikah mut'ah sampai Hari
Kiamat (Shahih Muslim II/1024)
Dalil
hadits lainnya: Dari Ali bin Abi Thalib ra. ia berkata kepada Ibnu Abbas ra bahwa
Nabi Muhammad saw melarang nikah mut'ah dan memakan daging keledai jinak pada
waktu perang Khaibar (Fathul Bari IX/71)
Pendapat
Para Ulama
Berdasarkan
hadits-hadits tersebut diatas, para ulama berpendapat sebagai berikut:
Ø Dari Madzhab Hanafi,
Imam Syamsuddin Al-Sarkhasi (wafat 490 H) dalam kitabnya Al-Mabsuth (V/152)
mengatakan: "Nikah mut'ah ini bathil menurut madzhab kami. Demikian pula
Imam Ala Al Din Al-Kasani (wafat 587 H) dalam kitabnya Bada'i Al-Sana'i fi
Tartib Al-Syara'i (II/272) mengatakan, "Tidak boleh nikah yang bersifat
sementara, yaitu nikah mut'ah"
Ø Dari Madzhab Maliki,
Imam Ibnu Rusyd (wafat 595 H) dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid wa Nihayah
Al-Muqtashid (IV/325 s.d 334) mengatakan, "hadits-hadits yang mengharamkan
nikah mut'ah mencapai peringkat mutawatir" Sementara itu Imam Malik bin
Anas (wafat 179 H) dalam kitabnya Al-Mudawanah Al-Kubra (II/130) mengatakan,
"Apabila seorang lelaki menikahi wanita dengan dibatasi waktu, maka
nikahnya batil."
Ø Dari Madzhab Syafi', Imam Syafi'i
(wafat 204 H) dalam kitabnya Al-Umm (V/85) mengatakan, "Nikah mut'ah yang
dilarang itu adalah semua nikah yang dibatasi dengan waktu, baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang, seperti ucapan seorang lelaki kepada seorang
perempuan, aku nikahi kamu selama satu hari, sepuluh hari atau satu
bulan." Sementara itu Imam Nawawi (wafat 676 H) dalam kitabnya Al-Majmu'
(XVII/356) mengatakan, "Nikah mut'ah tidak diperbolehkan, karena
pernikahan itu pada dasarnya adalah suatu aqad yang bersifat mutlaq, maka tidak
sah apabila dibatasi dengan waktu."
Ø Dari
Madzhab Hambali, Imam Ibnu Qudamah (wafat 620 H) dalam kitabnya Al-Mughni
(X/46) mengatakan, "Nikah Mut'ah ini adalah nikah yang bathil." Ibnu
Qudamah juga menukil pendapat Imam Ahmad bin Hambal (wafat 242 H) yang
menegaskan bahwa nikah mut'ah adalah haram. Dan masih banyak lagi kesesatan dan
penyimpangan Syi'ah. Kami ingatkan kepada kaum muslimin agar waspada terhadap
ajakan para propagandis Syi'ah yang biasanya mereka berkedok dengan nama
"Wajib mengikuti madzhab Ahlul Bait", sementara pada hakikatnya Ahlul
Bait berlepas diri dari mereka, itulah manipulasi mereka. Semoga Allah
selalu membimbing kita ke jalan yang lurus berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah
sesuai dengan pemahaman Salafus Shalih. Lebih lanjut bagi yang ingin tahu lebih
banyak, silakan membaca buku "Mengapa Kita Menolah Syi'ah".
Rujukan:
1. Dr.
Nashir bin Abdul Karim Al-Aql, Dirasat fil ahwa wal firaq wal Bida' wa Mauqifus
Salaf minha
2. Drs.
KH Dawam Anwar dkk, Mengapa Kita menolak Syi'ah
3. H.
Hartono Ahmad Jaiz, Di bawah Bayang-bayang Soekarno-Soeharto
4. Abdullah
bin Sa'id Al-Junaid, Perbandingan antara Sunnah dan Syi'ah.
5. Dan
lain-lain, kitab-kitab karangan orang Syi'ah.
Sumber:
Buletin LPPI.
Masjid
Al-Ihsan Lt.III Proyek Pasar Rumput Jakarta 12970 Telp/Fax. (021)8281606
Tidak ada komentar:
Posting Komentar