Keistimewaan-keistimewaan puasa Ramadhan
Posting By : h. sy. abubakar al qadrie
Dalam ajaran Islam, orang yang melakukan puasa pada bulan Ramadhan mempunyai
beberapa keistimewaan. Di antara keistimewaan-keistimewaan dimaksud adalah:
1.
Puasa merupakan junnah
(tameng, perisai).
Orang yang berpuasa akan terhindar dari api neraka karena dia mempunyai perisai
yang sangat kuat berupa puasa. Hal ini berdasarkan kepada hadits:
Artinya: Rasulullah saw bersabda:
"Puasa itu merupakan perisai yang dapat menghalangi seorang hamba dari panasnya
siksa api neraka" (HR. Ahmad).
Dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda :
Artinya:
Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada seorang hamba pun yang berpuasa
sekalipun satu hari di jalan Allah, kecuali Allah akan menjauhkan dirinya dari
siksa api neraka sebanyak tujuh puluh kharif (tujuh puluh kharif maksudnya
adalah sejauh perjalanan yang menghabiskan masa tujuh puluh tahun)" (HR.
Bukhari Muslim).
Dalam hadtis lain, yang artinya: "Rasulullah saw bersabda:
"Barangsiapa
yang berpuasa satu hari di jalan Allah, maka Allah akan menjadikan pemisah
berupa sebuah parit antara dia dengan api neraka yang jarak parit tersebut
antara langit dan bumi" (HR. Turmudzi dan Thabrani).
Apa Maksud dari Perisai?
Para ulama dalam hal ini terbagi kepada
dua pendapat. Sebagian ulama berpendapat bahwa tameng di sini adalah tameng
dari perbuatan dosa dan maksiat. Artinya, orang yang berpuasa sejatinya dapat
menghalangi dirinya dari perbuatan dosa dan maksiat. Oleh karena itu, menurut kelompok
ini, banyak sekali dalam hadits Rasulullah saw yang selalu mengiringkan
perintah ibadah puasa dengan larangan berbuat dosa, misalnya berdusta,
bertengkar, dan berkata yang tidak baik. Hal ini misalnya terlihat dalam sabda
Rasulullah saw berikut ini:
"Apabila
salah seorang di antara kalian sedang berpuasa, maka janganlah ia berkata-kata
kotor dan bertengkar. Apabila seseorang mencaci atau memaki kamu maka
katakanlah: "Saya sedang berpuasa" (HR. Bukhari Muslim).
Demikian juga dengan hadits Rasulullah saw tentang pernikahan.
Rasulullah saw menganjurkan laki-laki
yang belum mampu untuk menikah agar berpuasa, karena puasa dapat menahan hawa
nafsu dan syahwat. Ini semakin menguatkan bahwa puasa merupakan tameng dari
perbuatan dosa dan maksiat. Oleh karena itu, bagi orang yang berpuasa namun
tidak dapat menahan dirinya dari perbuatan dosa dan maksiat, maka tamengnya tidak
atau kurang berfungsi dan karenanya Rasulullah saw mengecam
orang tersebut dengan mengatakan bahwa dia tidak akan mendapatkan pahala selain
haus dan dahaga saja. Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa puasa itu
merupakan tameng atau perisai dari api neraka. Hal ini sebagaimana disebutkan
dalam sebuah hadits di mana Rasulullah saw bersabda:
"Puasa
itu merupakan tameng dari api neraka" (HR. Ahmad dan Turmudzi).
Demikian juga dengan hadits-hadits
lainnya, misalnya:
"Puasa
itu adalah perisai yang dapat menghalangi seseorang dari api neraka" (HR.
Ahmad dan Baihaki).
Dari dua pendapat di atas, penulis mencoba
menggabungkan bahwa puasa menjadi tameng dari perbuatan dosa dan maksiat itu
untuk di dunia, sementara ia akan menjadi tameng dan perisai dari api neraka
itu kelak di akhirat.
2.
Puasa dapat memasukkan
ke surga
Keistimewaan lainnya dari pelaksanaan ibadah puasa adalah akan memasukkan
pelakunya ke dalam surga. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw :
artinya:
"Abu Umamah berkata: "Saya bertanya kepada Rasulullah saw: 'Wahai
Rasulullah saw, tunjukkan kepada saya sebuah amal perbuatan yang dapat
memasukkan saya ke dalam surga". Rasulullah saw menjawab:
"Berpuasalah, karena tidak ada amalan yang sebanding pahalanya dengan
puasa" (HR. Nasai, Ibn Majah dan Hakim).
3.
Orang yang berpuasa akan
mendapatkan pahala yang tidak terhingga
Hal ini didasarkan kepada hadits Rasulullah saw yang artinya:
"Rasulullah saw bersabda:
"Seluruh amal perbuatan Ibn Adam akan dilipatkan pahalanya. Satu kebaikan
akan dibalas dengan sepuluh kebaikan bahkan dapat sampai tujuh ratus kali
lipat.
Allah berfirman:
"Kecuali
puasa, ia itu khusus bagiKu dan Aku lah yang akan membalasnya secara langsung.
Ia meninggalkan syahwatnya, makanannya semata-mata karenaKu. Orang yang
berpuasa itu akan memperoleh dua kebahagiaan: Kebahagiaan ketika berbuka dan
kebahagiaan ketika ia berjumpa dengan Tuhannya kelak. Bau mulut orang yang berpuasa
itu di sisi Allah, lebih wangi dari pada wanginya minyak kasturi" (HR.
Muslim).
Bukankah Amal Ibadah yang Lain juga untuk Allah?
Dalam hadits di atas disebutkan bahwa
hanya puasalah yang akan dibalas langsung oleh Allah dan hanya puasa juga yang
khusus untuk Allah. Persoalannya, bukankah amal ibadah lainnya juga ditujukan,
akan diterima dan akan dibalas oleh Allah? Mengapa dalam hadits ini seolah
hanya ibadah puasa yang akan dibalas dan diterima oleh Allah? Para ulama dalam
hal ini sangat beragam penafsirannya. Sebagian ulama seperti Abu Ubaid
berpendapat bahwa hadits di atas tidak berarti bahwa hanya puasa yang akan
dibalas langsung oleh Allah, akan tetapi juga seluruh amal ibadah lainnya.
Hanya saja, dengan pengkhususan puasa di sini dimaksudkan karena ibadah puasa
berbeda dengan yang lainnya dalam hal bahwa puasa lebih dapat terhindar dari
perbuatan riya.
Sebagian ulama lain berpendapat bahwa
maksud penghususan puasa di atas, adalah bahwa hanya ibadah puasa yang akan dilipat gandakan pahalanya
sampai tidak terhingga. Dan yang mengetahui besarnya pahala tersebut hanyalah
Allah swt saja. Sementara ibadah lainnya, sudah jelas nashnya bahwa sekalipun
akan dilipat gandakan, pahalanya tidak lebih dari tujuh ratus kali lipat sebagaimana
disebutkan dalam hadits di atas. Menurut ulama lain semisal Ibn Rajab, bahwa
disebutkannya puasa itu akan dibalas langsung oleh Allah, ini karena puasa
mempunyai dua kelebihan.
Pertama, puasa adalah rahasia antara orang
yang melakukan puasa dengan Tuhannya saja, dan tidak ada yang mengetahui selain
dia dan Allah saja
Kedua, alasan lainnya menurut Ibn Rajab
adalah bahwa hanya ibadah puasa saja yang mencegah dan meninggalkan dari semua
hawa nafsu dan syahwat baik yang lahir maupun yang bathin yang merupakan sumber
berbuat dosa dan maksiat.
Dan hal ini tentu tidak didapatkan
dalam ibadah lainnya. Ihram misalnya, memang ada larangan untuk meninggalkan perbuatan jima'
(berhubungan badan), namun ia tidak melarang untuk hal-hal yang menjadi sumber
syahwat lainnya, misalnya orang yang ihram masih boleh makan, minum dan lainnya.
I'tikaf, juga ibadah yang melarang untuk berbuat jima', namun tidak melarang
untuk yang lainnya misalnya makan dan minum. Shalat juga demikian. Sekalipun
dilarang untuk makan dan minum, namun waktu larangan tersebut hanyalah sebentar,
tidak lebih dari 5 atau sepuluh menit saja. Bahkan, sebagian ulama membolehkan
seseorang untuk minum sedikit air ketika sedang melakukan shalat Sunnat. Dan
hal ini pernah dilakukan oleh Ibn Zubair.
4.
Orang yang berpuasa akan
mendapatkan dua kebahagiaan; ketika berbuka dan ketika bertemu dengan Allah
kelak.
Hal ini didasarkan kepada hadits, artinya: "Rasulullah saw bersabda:
"Seluruh
amal perbuatan Ibn Adam akan dilipatkan pahalanya. Satu kebaikan akan dibalas dengan
sepuluh kebaikan bahkan dapat sampai tujuh ratus kali lipat.
Allah berfirman: "Kecuali puasa,
ia itu khusus bagiKu dan Aku lah yang akan membalasnya secara langsung. Ia meninggalkan
syahwatnya, makanannya semata-mata karenaKu. Orang yang berpuasa itu akan
memperoleh dua kebahagiaan: Kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaan ketika
ia berjumpa dengan Tuhannya kelak. Bau mulut orang yang berpuasa itu di sisi
Allah, lebih wangi dari pada wanginya minyak kasturi" (HR. Muslim).
5.
Bau mulut orang yang berpuasa, di sisi Allah,
lebih harum daripada wanginya minyak kasturi.
Hal ini di samping berdasarkan hadits di atas, juga berdasarkan hadits berikut
yang artinya:
"Rasulullah saw bersabda:
"Allahberfirman: "Seluruh pahala amal perbuatan anak cucu Adam itu
milikNya, kecuali puasa, ia adalah milikKu dan Aku lah yang akan membalasnya.
Puasa itu adalah perisai, oleh karena
itu, apabila seseorang sedang berpuasa, maka janganlah ia mengeluarkan
kata-kata keji dan jangan pula bertengkar. Apabila seseorang mencacinya atau
memeranginya, maka katakanlah bahwasannya saya sedang berpuasa. Demi diri
Muhammad yang berada ditanganNya, bau mulut orang yang sedang berpuasa itu, di
sisi
Allah, jauh lebih wangi dan lebih harum dari pada harumnya minyak kasturi.
Orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan; kebahagiaan ketika ia berbuka
dan kebahagiaan ketika kelak bertemu dengan Allah swt karena puasanya itu"
(HR. Bukhari Muslim).
6.
Puasa dan al-Qur'an akan dapat memberikan
syafaat (pertolongan) kelak di hari Kiamat.
Dalam sebuah hadits dikatakan::
"Rasulullah saw bersabda: "Puasa dan (rajin membaca) al-Qur'an, kelak
pada hari Kiamat dapat memberikan syafaat (pertolongan) kepada hamba. Puasa
kelak akan berkata: "Ya Allah, ia telah menahan dirinya dari makanan dan
hawa nafsunya, maka jadikanlah saya sebagai penolongnya". Al-Qur'an juga
kelak akan
berkata: "Ya Allah, ia telah rela meluangkan waktunya untuk tidak tidur
pada malam hari (karena membaca al-Qur'an), maka jadikanlah saya sebagai
penolongnya (pemberi syafa'at)". Lalu puasa dan al-Qur'an pun, berkat
idzinNya, menjadi penolong bagi hamba tersebut" (HR. Ahmad dan Hakim).
7.
Puasa dapat menghapus dosa
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw
bersabda: "Fitnah bagi seorang laki-laki itu akan ditemukan di keluarga,
harta dan tetangganya. Namun, semua itu dapat ditutup dan ditebus dengan jalan
shalat, puasa dan shadaqah" (HR. Bukhari Muslim).
8.
Orang yang berpuasa akan masuk surga
melalui pintu khusus yang disebut dengan pintu Rayyan
Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah
saw: "Di surga itu terdapat sebuah pintu yang disebut dengan pintu Rayyan.
Pintu itu hanya akan dilalui kelak di hari Kiamat oleh mereka yang berpuasa dan
tidak akan pernah dimasuki oleh orang selain mereka yang berpuasa. Apabila
orang-orang yang berpuasa telah masuk, maka pintu itu dengan sendirinya akan
terkunci, dan tidak dapat masuk melaluinya seorang pun. Demikian juga apabila
orang yang paling akhir memasuki pintu tersebut, maka ia akan terkunci dengan
sendirinya. Barangsiapa yang
masuk ke dalam surga melalui pintu tersebut, ia akan minum, dan siapa yang
minum, maka ia tidak akan pernah merasa kehausan selamanya" (HR. Bukhari
Muslim).
Dalam hadits lain sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari disebutkan bahwa
di surga itu terdapat delapan buah pintu, salah satunya bernama pintu Rayyan.
Pintu ini hanya dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa saja. Kata Rayyan
berasal dari kata ar-riyy yang berarti banyak air, tidak dahaga. Jadi pintu
Rayyan maksudnya, pintu surga yang apabila
dimasuki, penghuninya tidak akan merasakan haus dan dahaga selamanya sebagaimana
disebutkan dalam hadits di atas. Ini tentu sesuai dengan arti dari ar-Rayyan
sendiri yang berarti tidak dahaga, banyak air. Ibnu Hajar al-Asqalany dalam
kitabnya, Fathul Bari (4/111), mengatakan bahwa pintu surga untuk orang yang berpuasa
disebut Rayyan dan bukan nama lain yang menunjukkan kepada rasa lapar, karena
umumnya orang yang berpuasa lebih membutuhkan air daripada makanan. Atau dengan
bahasa lain, orang yang berpuasa lebih merasa berat dan lemah karena dahaganya
dari pada karena rasa laparnya. Untuk itulah, nama pintu tersebut dinamakan
Rayyan yang lebih berarti untuk menghilangkan rasa
haus, dan bukan dengan nama lain yang menunjukkan untuk menghilangkan rasa
lapar.
9.
Bulan diturunkannya al-Qur'an dan
kitab-kitab lainnya. Al-Qur'an diturunkan oleh Allah pada malam Lailatul Qadar
tepatnya pada bulan Ramadhan,
Hal ini sebagaimana firmanNya:
"Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur`an
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara
kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia
berpuasa pada bulan itu" (QS. Al-Baqarah: 185).
Karena pada bulan Ramadhan ini al-Qur'an
diturunkan, maka sebagai keistimewaan bulan tersebut, Allah mewajibkan untuk
berpuasa di dalamnya.
10. Pada bulan
Ramadhan syetan-syetan diikat dan dirantai, pintu neraka ditutup serta pintu
surga dibukakan.
Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah
saw: "Apabila bulan Ramadhan telah tiba, maka dibukakan pintu-pintu surga,
dikunci pintu-pintu neraka dan syaithan-syaithan diikat serta dirantai"
(HR. Bukhari Muslim). Dalam hadits lain dikatakan: "Apabila awal malam
bulan Ramadhan tiba, maka dirantailah syaithan-syaithan, diikat (diusir) jin
(jin jahat), dikunci pintu-pintu neraka sehingga tidak ada satu pintu pun yang terbuka,
dibuka pintu-pintu surga sehingga tidak ada satu pintu pun yang terkunci. Lalu
seorang penyeru menyeru: "Wahai penggemar kebaikan, terimalah (bulan
Ramadhan ini), dan wahai penggemar
kejahatan, batasilah (kejahatannya), karena Allah pada setiap malam dari bulan
Ramadhan ini akan membebaskan kalian dari siksa api neraka" (HR. Turmudzi,
Ibn Majah dan Ibn Huzaimah).
11. Pada bulan ini
terdapat Lailatul Qadar Sehubungan dengan Lailatul Qadar ini,
Allah berfirman: "Sesungguhnya Kami
telah menurunkannya (Al-Qur`an) pada malam kemuliaan (Lailatul Qadar). Dan
tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari
seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan
izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan
sampai terbit fajar" (QS. Al-Qadar: 1-5).
12. Pada bulan ini
pahala ibadah sunnah dilipatkan menjadi pahala wajib dan pahala ibadah wajib
dilipatkan menjadi tujuh puluh kali lipat.
Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah
saw: "Barang siapa yang melaksanakan amalan sunnah pada bulan Ramadhan,
maka pahalanya sama dengan pahala melaksanakan ibadah wajib pada bulan selain
Ramadhan. Dan barang siapa yang melaksanakan ibadah wajib pada bulan Ramadhan, maka
pahalanya sama dengan pahala yang melaksanakan tujuh puluh ibadah
wajib pada bulan selain Ramadhan" (HR. Baihaki). Ibnu Rajab dalam bukunya
Lathaiful Ma'arif (hal. 205-207) mengatakanbahwa sebab dilipatgandakannya
pahala itu ada beberapa macam.
Pertama, sebuah amal ibadah dilipatgandakan pahalanya karena kemuliaan
tempat melaksanakannya (syaraful makan), misalnya ibadah yang dilakukan di
Mekah (tanah Haram). Dalam banyak hadits disebutkan bahwa ibadah, baik shalat
maupun puasa, yang dilakukan di Mekah, pahalanya akan dilipatgandakan. Dalam
sebuah hadits misalnya
dikatakan: "Shalat di mesjidku ini (Masjid Nabawi di Madinah), lebih baik
seribu kali shalat daripada shalat di mesjid-mesjid selainnya, selain di Mesjidil
Haram (Mekah)" (HR. Bukhari Muslim).
Hadits ini mengisyaratkan bahwa shalat
di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi dilipat gandakan pahalanya dari pada shalat
di mesjid lainnya karena kemuliaan tempat di mana mesjid itu berada, yakni di
Mekah. Dalam hadits lain juga dikatakan: "Ibnu Abbas berkata: "Barang
siapa
yang mendapati Ramadhan di Mekah, lalu ia berpuasa dan melaksanakan ibadah di
sana menurut kemampuannya, Allah akan memberikan pahala kepadanya seratus ribu
pahala dari bulan Ramadhan yang dilakukan di selain Mekah" (HR. Ibn Majah
dengan sanad Dhaif).
Hadits ini juga mengisyaratkan bahwa dilipatgandakannya pahala Ramadhan,
lantaran dilakukan ditempat yang dimuliakan oleh Allah, Mekah (syaraful makan).
Kedua, amal ibadah dilipatgandakan
pahalanya karena kemuliaan waktu (syarafuz zaman), misalnya, bulan Ramadhan,
tanggal sembilan Dzul Hijjah dan lainnya. Dalam hadits yang telah disebutkan di
atas misalnya dikatakan: Rasulullah saw bersabda: "Barang siapa yang
melaksanakan amalan sunnah pada bulan Ramadhan, maka pahalanya sama dengan
pahala yang melaksanakan ibadah wajib pada bulan selain Ramadhan. Dan barang
siapa yang melaksanakan ibadah wajib pada bulan Ramadhan, maka pahalanya sama
dengan pahala yang melaksanakan tujuh puluh ibadah wajib pada bulan selain
Ramadhan" (HR. Baihaki).
Dalam hadits lain misalnya juga
disebutkan: "Suatu hari Rasulullah saw ditanya: "Shadaqah yang
bagaimana yang paling baik?" Rasulullah saw menjawab: "Shadaqah yang
dilakukan pada bulan Ramadhan" (HR. Turmudzi). Dalam hadits lain
disebutkan: "Umrah pada bulan Ramadhan pahalanya sama dengan pahala
melaksanakan ibadah haji". Dalam riwayat lain
dikatakan: "Umrah pada bulan Ramadhan sama dengan melaksanakan ibadah haji
bersamaku" (HR. Bukhari Muslim).
Ketiga, dilipatgandakannya pahala ibadah
seseorang lantaran orang yang melaksanakannya (syaraful 'aamil). Dalam banyak
keterangan disebutkan bahwa ibadah yang dilakukan oleh ummat Rasulullah saw
lebih dilipatgandakan pahalanya dari pada yang dilakukan oleh ummat nabi-nabi
lainnya. Demikian juga dalam hadits di bawah ini disebutkan bahwa amalan para
sahabat lebih utama dari pada amal ibadah lainnya dan karenanya ibadah para
sahabat pahalanya lebih dilipatgandakan dari pada pahala ibadah orang-orang
lainnya, sebagaimana sabda Rasulullah saw: "Janganlah kalian mencaci
sahabat-sahabatku, karena demi diriku yang berada di tanganNya, kalau saja
seseorang di antara kalian berinfak emas sebesar gunung Uhud, maka tidak akan
pernah sebanding meskipun dengan satu mud dari salah seorang mereka bahkan
tidak akan sampai setengahnya".
Dari sini dapat ditarik kesimpulan
bahwa hadits di atas yang mengatakan bahwa pahala sunnat pada bulan Ramadhan
sama dengan pahala wajib pada bulan-bulan lainnya, dan pahala wajib pada bulan
Ramadhan sama dengan tujuh puluh kali lipat pahala wajib pada bulan-bulan
lainnya, semua itu dikarenakan kemuliaan waktu melaksanakannya, yakni bulan
Ramadhan (syarafuz zaman).